transformasi perusahaan
Management Skills

Transformasi Perusahaan Nissan Ala Carlos Ghosn

Transformasi Perusahaan, andaikan kita ditunjuk untuk menyelamatkan perusahaan yang mau tutup, apa yang akan kita lakukan?

Cari tahu masalahnya, terus cari solusinya, kemudian cari strateginya pelaksanaanya.

Secara umum gampang dan semua mungkin sudah tahu, tapi tidak ada salahnya kalau kita mau belajar dari orang yang sudah sukses mendapatkan pengakuan dunia dalam melakukan proses “turnaround” atau pembalikan perusahaan bangkrut kembali berjaya, yaitu Carlos Ghosn.

Belajar Lagi Dari Carlos Ghosn

Dalam tulisan lalu, kita sudah sama-sama mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan dari Carlos Ghosn. Di sajian tulisan kali ini, kita akan menganalisa secara singkat strateginya dalam membuat Nissan kembali untung from zero to hero.

Strategi business yang dilakukan oleh Ghosn sebenarnya bukan sesuatu yang “wah”. Strategi yang dilakukannya sangat sederhana dan membumi, tetapi eksekusinya yang butuh jiwa besar dan kerja keras.

1. Mendiagnosa masalah

Tahap pertama adalah mendiagnosa masalah.

Ghosn paham benar bahwa untuk melakukan “turnaround” atau pembalikan perusahaan akan lebih cepat bila dilakukan lewat pendekatan akar rumput daripada keputusan manajemen puncak.

Untuk itu, Ghosn melakukan survei dan wawancara.

Dia lakukan wawancara langsung dengan para enginer, supplier dan dealer guna mencari tahu solusi apa yang harus dilakukan agar Nissan kembali bangkit dari keterpurukan.

Tindakan ini membuat semua karyawan juga merasa terlibat dan tahu urgensi dari keadaan yang sedang dihadapi.

Mereka akan bercerita secara jujur dan Ghosn pun dapat mengetahui apa sebenarnya yang dirasakan oleh mereka serta bagaimana mendesain solusi terbaik agar orang mau bekerja menuju arah perbaikan.

Dari diagnosa Ghosn cepat diketahui bahwa Nissan mengalami masalah di komunikasi lintas fungsi, kurang keseriusan terhadap keinginan pelanggan, tidak ada orientasi profit dan tidak ada visi jangka panjang.

2. Mengambil Kendali

Tahap selanjutnya adalah mulai mengambil kendali. Ghosn memiliki otoritas penuh dalam pengambilan keputusan dan pemilihan team.

Adalah wajar bila dia datang ke Nissan dengan membawa team. Namun, teamnya terdiri dari orang-orang pilihan yang akan bertindak sebagai fasilitator. Teamnya bukan datang untuk bekerja sendiri.

Mereka berdedikasi tinggi, open minded dan bersedia membagikan ilmunya buat kemajuan Nissan.

Akar budaya jepang yang dominan dengan senioritas mengalami perombakan. Dulu senioritas menentukan peran dalam penilaian dan promosi.

Sejak Ghosn memegang kendali, senioritas tidak lagi dominan. Sang senior dengan catatan kerja yang baik tentu akan dipromosikan, tetapi bila ada junior yang lebih baik lagi kenapa tidak untuk dipromosikan.

Sebagai penjaga motivasi. Ghosn sangat memperhatikan reward and punishment. Pola insentif yang berdasarkan produksi diubah menjadi fokus kepada kinerja dan profitabilitas.

Dulu orang kerja baik atau buruk dapat insentif yang sama. Sekarang, orang bisa berharap mendapatkan insentif lebih bila terbukti memberikan kontribusi nyata pada peningkatan profit perusahaan.

Pola dan struktur jabatan juga mengalami perubahan. Banyak jabatan “advisor” yang tidak punya tanggung jawab langsung kepada operasional saat itu. Keadaan ini membuat masing-masing orang bermain aman.

Saling menyalahkan menjadi budaya perusahaan. Orang penjualan akan menyalahkan perencanaan produk, perencanaan produk akan menyalahkan enginer dan enginer akan menyalahkan keuangan. Begitu seterusnya.

Ini bukti dimana manager tidak memiliki area tanggung jawab yang jelas. Ghosn tidak mau seperti itu. Setiap orang harus punya peran dan tanggung jawab. Tidak boeh ada lagi keraguan dan konflik dalam keputusan. Semua orang harus tahu kontribusi mereka masing-masing buat perusahaan sehingga bila terjadi sesuatu yang salah akan jelas siapa harus memperbaikinya.

3. Melakukan Aksi

Untuk mulai melakukan aksi transformasi perusahaan, Ghosn kemudian membentuk Cross Functional Team (CFT).

Gugus tugas beberapa orang pilihan dari berbagai departemen karena gugus tugas gado-gado ini memaksa orang tidak lagi bekerja sendiri-sendiri.

Interaksi dan mekasnisme kerjasama muncul diantara para engineer, supply chain, finance dan pemasaran.

Dalam bulan pertama, Ghosn membuat 9 CFT masing-masing terdiri dari 10 orang manager muda dari berbagai departemen.

Area kerja CFT meliputi business development, purchasing, manufacturing & logistics, research & development, sales & marketing, general & administrative, finance & cost, phaseout of products & parts complexity management serta organization.

Masing-masing punya objektif dan sasaran spesifik.

CFT ditekankan untuk bekerja cepat dan berorientasi pada hasil.

Mereka diberi waktu tiga bulan untuk menganalisa operasi perusahaan dan memberikan rekomendasi terbaik agar Nissan kembali profit.

Juga agar Perusahaan memiliki peluang pertumbuhan di masa depan, Mereka diberi hak akses ke semua aspek operasional perusahaan.

Serta, mereka  wajib memberikan laporan ke komite eksekutif dan Ghosn secara langsung.

Hasil review CFT dalam tiga bulan dikenal dengan apa yang Ghosn bilang sebagai Rencana Revitalisasi Nissan.

Rencana ini dibuat transparan ke publik. Program pengurangan biaya, penutupan pabik dan pengurangan karyawan menjadi sorotan dari para pemegang kepentingan.

Tidak itu saja. Ghosn pasti akan menghadapi pertentangan dari serikat pekerja.

Namun, semua sudah diperhitungkan dan komitmen telah dibuat. Mereka siap mundur bila ternyata revitalisasi gagal.

Ghosn juga menyadari bahwa Nissan tidak bisa hanya melakukan cost cutting saja, tetapi harus ada penyeimbang agar proses bisa berjalan cepat.

Jadi, bersamaan dengan pemotongan dan penutupan, Ghosn pun melakukan komitmen investasi besar.

Dia memulai pembangunan pabrik baru di Mississipi dan investasi jutaan dollar untuk memproduksi Nissan model di pabrik Renault Brazil.

CFT kembali menjadi bagian integral dari struktur manajemen Nissan untuk melakukan pengawasan terhadap program revitalisasi.

Kesimpulan

Hasil tidak bisa bohong. Setahun kemudian, Nissan memperoleh laba usaha $2.4 billion dari sebelumnya $6.8 million. Laba bersih menjadi $2.4 billion dari sebelumnya rugi $5.7 billion. Hutang turun dari $11.2 billion menjadi $7.9 billion. Dahsyat.

Para sahabat semua, rasanya akan sangat panjang bila kita ingin tahu proses detail strategi Ghosn sesungguhnya.

Semoga, uraian singkat diatas perihal transformasi perusahaan bisa menggambarkan kerja keras dan ketulusan yang terkadang tidak kita rasanya saat membaca kisah sukses.

Bila boleh disimpulkan maka Ghosn sangat pandai untuk mendengar, mencari solusi dan membuat solusi itu dapat dijalankan dalam trasnformasi perusahaan.

Pemimpin dengan semboyan “listening, deciding and simplifying”. Semua orang harus tahu kemana mereka bergerak dan apa yang akan mereka dapatkan.

Biar eksekusi jalan harus ada pendelegasi kerja kepada orang-orang terbaik. Kemudian biar eksekusi bisa dilakukan maka tambahkan dengan kejelasan tanggung jawab dan otoritas pengambilan keputusan.

Biar tanggung jawab dan keputusan bisa benar dan cepat maka harus ada aliran informasi dimana orang dengan cepat bisa memperoleh informasi itu sesuai haknya.

Sudah itu tetaplah jaga motivasi kerja dengan reward and punishment yang seimbang dengan kinerja. Dan semua akan tergantung dari “touch” masing-masing pemimpin.

Bagaimana menurut Anda? Silahkan bila ingin menambahkan komentarnya perihal melakukan transformasi perusahaan.

Photo credit by: pixabay

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verified by MonsterInsights