cara mengendalikan emosi
Self Development

Mungkinkah Ada Cara Mengendalikan Emosi?

Anda adalah pemilik kecerdasan emosi bila Anda tahu cara mengendalikan emosi Anda dan mampu memilih alternatif reaksi karena Anda tahu apa yang sesungguhnya Anda cari.

Begitu kata para pakar emotional intelligence.

Misalkan begini, saat Anda dihadapkan pada suatu antrian dimana ada orang lain yang mengambil antrian Anda didepan kasir supermarket, Anda sebenarnya bisa memilih.

Anda bisa tahu bahwa Anda akan marah, tapi kemudian Anda cepat-cepat sadar untuk tidak marah, ambil napas panjang lalu Anda memilih untuk tersenyum.

Pilihan lain, Anda akan berkata dalam hati bahwa dia yang ambil antrian Anda itu mungkin lagi terburu-buru punya tugas lain.

Bisa juga, Anda memilih untuk tetap tersenyum sebab Anda tahu marah-marah malah akan menguras energi Anda.

Sikap seperti itu dapat saja Anda lakukan, tetapi pada kesempatan lain Anda bisa jadi sangat marah karena saat itu Anda sedang tidak fit nga enak badan.

Atau, Anda memang lagi kesel kena tegur bos Anda, atau lagi kesal sama kerjaan Anda yang masih menumpuk.

Di lain kesempatan, Anda juga bisa jadi sangat marah. Anda merasa bahwa orang yang memotong antrian Anda itu telah menyalahi norma-norma yang selama ini Anda yakini benar.

Padahal belum tentu semua orang memiliki norma yang sama dengan Anda yah.

Mekanisme Emosi Dan Cara Mengendalikan Emosi

Sejenak kita pelajari dulu apa yang dikatakan oleh Paul Eckman dalam bukunya yang berjudul “Emotions Revealed“.

Paul Eckman bilang bahwa emosi secara umum terjadi saat Anda merasa sesuatu yang serius akan mempengaruhi kesejahteraan Anda, bisa lebih baik atau bisa juga lebih buruk.

Kalau lebih baik, emosi Anda akan senang, gembira, atau tersenyum. Kalau lebih buruk, ya Anda akan sedih, takut atau marah.

Di dalam otak Anda ada semacam mekanisme otomatis yang terus-menerus melakukan scan terhadap kejadian di sekitar Anda. Paul Eckman mengistilahkanya dengan sebutan “autoappraisers“.

Ketika sesuatu yang penting untuk kesejahteraan Anda terjadi maka “autoappraisers” itu bekerja untuk mengakses emosi Anda.

Bekerjanya sangat cepat sehingga terkadang Anda tidak akan menyadarinya. Tahu-tau emosi Anda sudah terpicu saja.

Selain dari mekanisme “autoappraisers” tersebut, emosi Anda bisa juga diakses dari ingatan, rasa empati, instruksi orang lain, atau kerelaan Anda sendiri untuk menghadirkan emosi tersebut (contohnya, para aktor film biasanya bisa berakting sedih sambil mengeluarkan airmata bukan?).

Itulah kenapa emosi yang terpicu bisa saja salah, bila sebelumnya tidak ada ingatan emosi tersebut dalam otak Anda.

Perhatikan anak-anak kecil, tentunya mereka hanya bisa marah dan menangis saja. Seiring waktu berjalan, barulah mereka akan belajar apa itu kecewa, takut, kuatir, cemas, bahagia, gembira dan lain sebagainya.

Kondisi “Attentive”

Biar bagaimanapun, emosi dalam batasan tertentu memang diperlukan karena emosilah yang akan mempersiapkan Anda untuk menghadapi peristiwa tertentu dalam kehidupan Anda.

Rasa takut atau pun marah dalam skala dan penyampaian tertentu tentunya baik untuk dilakukan.

Yang menjadi masalah tentunya adalah bagaimana perilaku Anda sehubungan dengan emosi yang terpicu itu.

Mau marah yang marah jangan yang merusak, mau sedih ya sedih tetapi jangan berlarut-larut, atau gembira ya gembira tapi jangan terlalu berlebihan.

Itulah yang menurut Paul Eckman kondisi yang harus Anda miliki. Kondisi yang diistilahkannya sebagai kondisi yang “attentive“.

Kondisi dimana Anda mampu mengamati diri Anda dalam beberapa detik setelah emosi muncul lalu Anda dapat mempertimbangkan apakah respon Anda terhadap emosi itu dapat dibenarkan dan Anda bisa mengendalikannya.

Mencapai kondisi “attentive” itu tidak mudah, kata Paul Eckman. Andaikan Anda sudah bisa melakukannya pun bisa jadi Anda akan gagal mengedalikan emosi, tetapi Anda bisa belajar dan berlatih.

Dibutuhkan usaha yang baik karena Anda harus berhadapan dengan diri Anda sendiri.

Itulah makanya kenapa Rasullulah bilang bahwa bila kita sedang marah segeralah berdoa memohon perlindungan Allah atau mengubah posisi Anda atau diam lebih baik:

“Apabila seseorang di antara kamu sedang emosi dalam keadaan berdiri, maka hendaklah dia duduk, bila emosinya belum mereda maka hendaklah ia berbaring .”(HR. Ahmad dan Abu Dawud).”

“Apabila salah seorang kamu sedang emosi, hendaklah dia diam”, beliau mengulanginya tiga kali (HR. Bukhari)

Diamlah…Cara Mengendalikan Emosi

Selepas banyak mendengar ceramah dari Pak Ustadz*), saya menyadari bahwa diam yang dimaksud tentunya bukan diam-diam menahan emosi, tetapi diam dan balik pada Allah alias “Dzikrullah”.

Saat Anda sedang marah, sedih, benci dan keadaan emosi lainnya, itu sebenarnya Anda sedang masuk ke pintu ingatan marah, sedih, benci di ingatan Anda.

Maka cepat-cepat tutup pintu tersebut lalu masuklah kedalam pintu ingatan pada Allah karena dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.

Dengan mengingat Allah, Anda tidak ingat apa-apa lagi dan Anda tidak melihat apa-apa lagi. Semua tiada, hanya Allah saja sebagai pelindung. Silahkan bila ingin belajar caranya disini ya.

Dan bagi orang-orang dengan peringkat yang sudah tinggi, pikirannya tidak akan lalai dari mengingat Allah sebab itulah kenyamanan hakiki, seperti apa yang dikatakan oleh Syech Abdul Qadir Jaelani:

“Sesungguhnya, kenyamanan hakiki terletak pada hubungan sempurna dengan Allah SWT, penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya. Bila kau lakukan hal ini, niscaya kau terbebas dari dunia ini, dan kepadamu dilimpahkan rahmat, kebahagiaan, kebajikan, kesejahteraan, dan keridhaan-Nya”

Semoga ada Rahmat Allah untuk kita semua sampai pada peringkat tersebut. dan mampu tahu bagaimana cara mengendalikan emosi. Aamiin…

Artikel lain perihal bagaimana menenangkan pikiran dapat Anda baca juga di artikel lain disini.

*) Arif Billah Hj. Hussein BA Latiff

Photo credit: David Tan at Flicr

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verified by MonsterInsights